kemudian
setelah itu muncul lah kompetisi yang diberi nama perserikatan PSSI,
kompetisi ini nantinya akan berujung dengan pencarian pemain untuk
memperkuat tim untuk pertandingan antar kota.
VIJ
dari Jakarta memiliki klub-klub kuat macam STER, Setiaki, Tjahaja
Kwitang, Gang Pendjambon, Andalas, ataupun Sinar Betawi. Kesemuanya
berkompetisi untuk menghasilkan pemain yang siap pakai untuk membela
nama Jakarta di ajang Kampeonturnoi PSSI.
Begitu
juga dengan daerah-daerah lain seperti SIVB dari Surabaya, BIVB dari
Bandung ataupun VVB (Persis Solo) dari kota Surakarta yang juga
membentuk tim melalui sistem kompetisi daerah.
Kompetisi
tak resmi pertama kali diadakan pada April 1930 atau hanya beberapa
hari sebelum terbentuknya PSSI. Dari kompetisi yang diadakan inisiatif
dari bond pribumi di Yogyakarta itu, VIJ berhasil keluar sebagai juara.
Lalu, setahun kemudian, kompetisi resmi PSSI pun bergulir di kota Solo. VIJ yang dikemudian hari kita kenal dengan nama Persija Jakarta menjadi
juara dalam edisi perdana Kampeonturnoi PSSI. Kompetisi sebelum
kemerdekaan lebih banyak dikuasai oleh persaingan kota Solo dan Jakarta.
Keduanya merupakan dua tim besar yang selalu berseteru di dalam
lapangan.
Solo
meraih tujuh kali gelar juara dan Jakarta meraih empat. Keduanya juga
menjadi tim yang rutin menggelar kompetisi-kompetisi internal di
daerahnya. Tak heran banyak pemain yang nantinya memperkuat tim nasional
Indonesia angkatan pertama tahun 1950, seperti Sidi dan Darmadi dari
Solo lalu Abidin dan Soemo dari Jakarta.
Setelah
era kemerdekaan, persaingan sepak bola Indonesia mulai merata. Tak
hanya persaingan Jakarta dan Solo saja, tapi Surabaya, Bandung, Medan
dan bahkan Makassar juga mulai menggeliat.
Era
1950an hingga 1970an menjadi era emas Perserikatan. Persaingan antar
daerah yang begitu tinggi membuat semua tim yang bertarung mengeluarkan
semua pemain terbaiknya. Imbasnya, timnas Indonesia saat itu tidak
pernah kekuarangan pemain.
Menjadi
Macan Asia memang bukan isapan jempol semata. Berkat kompetisi
Perserikatan pula Indonesia dikenal dunia dengan kiprahnya di segala
turnamen Internasional. Hasil juara di Merdeka Games 1961 di Malaysia
menjadi semangat revolusi bagi bangsa Indonesia yang saat itu memang
sedang mengusung olahraga sebagai alat memperkenalkan Indonesia di mata
dunia.
Memasuki
era 1980an, kompetisi Perserikatan tetap semarak meski saat itu ada
kompetisi semi-profesional, Liga Sepak Bola Utama atau yang dikenal
dengan nama Galatama. Perserikatan masih dibilang bergengsi karena lebih
membawa fanatisme daerah. Pertandingan Persija melawan Persib bisa dianalogikan sebagai pertarungan sepak bola Jakarta dan Bandung. Begitu juga dengan Persebaya yang mewakili seluruh masyarakat Surabaya.